Di dalam UU No. 6 Tahun 2011 tentang keimigrasian, lanjut Sukamta, sikap Pemerintah Indonesia sendiri tidak membedakan asal-usul dan sifat pengungsi. Menurutnya, ini tidak tepat karena seluruh orang asing yang masuk dianggap sebagai imigran gelap. Sementara di UU No. 37 Tahun 1999 tentang pengaturan pengungsi dan para pencari suaka, seharusnya Presiden menindaklanjuti dengan menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres).
"Pemerintah sebetulnya bisa kalau punya kemauan, saya berharap seperti pengungsi Rohingya dan Bangladesh ini ditangani dan dibantu karena alasan kemanusiaan, tapi UU ini persoalannya adalah Keppresnya itu belum ada, jadi Keppres itulah yang nanti menjadi pedoman operasional bagaimana kita memperlakukan para pengungsi itu," jelas Doktor lulusan Manchester University itu.
Sehingga, masih kata Sukamta, ketika Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diberlakukan, maka ASEAN tidak hanya menjadi kawasan yang kondusif dalam masalah ekonomi, tapi juga secara sosial dan politik.
"Bagaimana mungkin ASEAN ini dibuka, atas warga negara lain terhadap akses ekonomi, perdagangan, suatu negara bebas melakukan aktifitas ekonomi di negara lain tapi di sisi lain negara itu masih memperlakukan represi terhadap warga negaranya sendiri, ini kan jadi kontradiksi," pungkas Sukamta.
posted by @Adimin
Post a Comment